Filosofi Toilet
Suatu kebetulan tulisan ini akhirnya berjudul 'Filosofi Toilet' yang sebenarnya saya sudah mengetik beberapa paragraph tentang ulasan mengenai deklarasi pemilu damai pada tanggal 10 Juni 2009 yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta. Akan tetapi berubah begitu saja ketika dengan tiba-tiba pintu toilet terbuka dengan sendirinya yang berada tidak jauh dari meja kerja di mana saya biasa menelusuri internet selepas jam kerja. Dengan leluasa saya bisa melihat seisi toilet dari kursi dimana saya sedang duduk sambil menikmati secangkir teh tawar. Saya langsung teringat masa-masa kuliah saya di Bandung di tahun 90an, yang justru sering mendapatkan solusi atas problem progam Pascal saya yang menjadi bagian dari tugas akhir, sewaktu berada dalam toilet. Konon katanya, Presiden Sukarno juga sering berlama-lama di toilet sambil baca koran dan mendapatkan inspirasi dari sana. Bukan berarti saya serupa dengan Presiden Sukarno loh…
Setelah puas bernostalgia masa kuliah di Bandung, saya kemudian teringat dengan pembicaraan antara saya dengan seorang teman Vietnam saya, ketika saya berkesempatan tinggal di USA sambil bekerja. Dia seorang yang berpenampilan trendy, selalu menjaga penampilan dan cukup cerdas. Saya lupa awal topik pembicaraan kami pada waktu itu sehingga dia mengatakan bahwa dalam menilai rumah dan seisinya, dia akan melihat seberapa bersih toilet dalam rumah itu. Kemudian saya mencoba menjabarkan pernyataannya dalam satu kalimat, yang pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa toilet adalah cermin lain dari perilaku seisi rumah. Semakin bersih toilet dalam sebuah rumah maka bisa dijamin bahwa seisi rumah telah menjadikan menjadikan kebersihan sebagai perilaku dan budaya. Tentu, makanan dalam rumah itu pasti lebih higienis.
Entah kenapa, kalau berbicara tentang kebersihan saya selalu mengaitkannya dengan bangsa Jepang. Bukan berarti kebersihan buat bangsa lain adaah hal yang asing. Relasi yang saya maksudkan semata-mata berdasarkan pengalaman saya. Sejauh yang saya tau, bangsa Jepang telah menjadikan kebersihan bagian dari budaya dan budaya tersebut telah membawa sektor industri mereka menjadi sangat efisen dan efektif dengan gerakan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke). Dalam bahasa Indonesia 5S diterjemahkan menjadi 5R yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin.
Kalau kita memperhatikan tahapan-tahapan manajemen dalam pencapain World Class Company di sebagian besar industri Jepang, mereka selalu menjadikan gerakan 5S sebagai fondasinya kemudian disusul dengan SMED (Single Minute Exchange of Die), TPM (Total Productive Maintenance), Kaizen. Menurut mereka, tidak mungkin sebuah industri sanggup mencapai World Class Company bila industri tersebut belum mampu menciptakan budaya bersih, karena budaya bersih erat kaitannya dengan disiplin.
Dan toilet adalah cermin dari perilaku.
Setelah puas bernostalgia masa kuliah di Bandung, saya kemudian teringat dengan pembicaraan antara saya dengan seorang teman Vietnam saya, ketika saya berkesempatan tinggal di USA sambil bekerja. Dia seorang yang berpenampilan trendy, selalu menjaga penampilan dan cukup cerdas. Saya lupa awal topik pembicaraan kami pada waktu itu sehingga dia mengatakan bahwa dalam menilai rumah dan seisinya, dia akan melihat seberapa bersih toilet dalam rumah itu. Kemudian saya mencoba menjabarkan pernyataannya dalam satu kalimat, yang pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa toilet adalah cermin lain dari perilaku seisi rumah. Semakin bersih toilet dalam sebuah rumah maka bisa dijamin bahwa seisi rumah telah menjadikan menjadikan kebersihan sebagai perilaku dan budaya. Tentu, makanan dalam rumah itu pasti lebih higienis.
Entah kenapa, kalau berbicara tentang kebersihan saya selalu mengaitkannya dengan bangsa Jepang. Bukan berarti kebersihan buat bangsa lain adaah hal yang asing. Relasi yang saya maksudkan semata-mata berdasarkan pengalaman saya. Sejauh yang saya tau, bangsa Jepang telah menjadikan kebersihan bagian dari budaya dan budaya tersebut telah membawa sektor industri mereka menjadi sangat efisen dan efektif dengan gerakan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke). Dalam bahasa Indonesia 5S diterjemahkan menjadi 5R yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin.
Kalau kita memperhatikan tahapan-tahapan manajemen dalam pencapain World Class Company di sebagian besar industri Jepang, mereka selalu menjadikan gerakan 5S sebagai fondasinya kemudian disusul dengan SMED (Single Minute Exchange of Die), TPM (Total Productive Maintenance), Kaizen. Menurut mereka, tidak mungkin sebuah industri sanggup mencapai World Class Company bila industri tersebut belum mampu menciptakan budaya bersih, karena budaya bersih erat kaitannya dengan disiplin.
Dan toilet adalah cermin dari perilaku.