Kreatifitas: “Honey, I'm Horny”
Saya
pernah menguji diri sendiri, menguji kreatifitas, sejauh mana saya dapat menulis
tanpa harus bergantung kepada ‘mood’. Apakah saya mampu menulis pada saat saya
sedang ribut dengan ‘bini’, saat hati sedang ‘galau berkesinambungan’ ?.
hmmm....halleluja, alhamdulilah sesuatu banget, saya mampu !. Pernah suatu masa
saya menulis dengan berbagai topik tiga judul perhari. Soal kualitas urusan
belakangan dulu.
Menulis membutuhkan kreatifitas, bagaimana ide, lalu kata,
kalimat dirangkai sedemikian rupa sehingga terjalin paragraph yang mengalir.
Itulah tantangannya. Hemat saya, kreatifitas harus digali, explorasi harus
dilakukan. Kreatifitas, seperti merobohkan bendungan pasir. Semakin deras air
keluar dari luang yang kita buat, semakin bergairah kita membut lubang baru.
Semakin deras airnya mengalir dan semakin rapuh bendungannya dan pada akhirnya,
kita tidak pernah kehabisan ide.
Explorasi, kreatifitas saya ibaratkan seperti fantasi sex.
Dalam beberapa kesempatan ‘meeting’ dengan staff dimana saya bekerja, saya
seringkali mendobrak kebuntuan kreatifitas dengan guyonan sex. Minggu lalu, di
hari Sabtu, saya bertanya kepada salah seorang staff dalam sebuah “meeting
circle leader”, “Anda pernah berfantasi bermain sex dengan perempuan lain ?”.
dengan polosnya dia menjawab, “Iya pernah !”. Ahay......saya katakan, “well
done bro !, “Anda berpotensi untuk lebih kreatif dengan terobosan-terobosan
baru. Kreatifitas adalah fokus pada detail dan fantasi sex adalah hal yang
detail”. “Coba Anda ingat kembali fantasi sex Anda, bagaimana detail itu
tercipta, gerakan tubuh, desah nafas dan situasi ruangan”. “Semua itu Anda
visualisasikan dengan sempurna dalam fantasi sex Anda, bahkan intensitas cahaya
ruangan dimana Anda bermain sex pun dapat Anda konversikan ke satuan KWH”.”
Luar biasa !”. “Lalu, kenapa Anda tidak melakukan itu dalam pekerjaan Anda ?”.
Seisi ruangan tertawa (tetapi ada yang “nyengir kuda”)
Lalu, staff lain bertanya, “Pak, apakah itu bukan dosa ?”.
Saya jawab, “Saya tidak mendorong Anda untuk berbuat dosa dan dosa bukan urusan
saya”. “Yang saya ingin sampaikan disini adalah talenta, “skill “ harus di
explore, digali sedalam-dalamnya”. Saya membasahi tenggorakan saya dengan air
mineral (sambil mikir keras tentunya) dan melanjutkan pembicaraan saya. “Pak,
jika Anda berfantasi berhubungan sex dengan perempuan lain dan Anda langsung ke
tempat prostitusi dan bermain sex disana, menurut Anda, lebih berdosa yang mana
?”. mereka menjawab, “Yang langsung berhubungan sex”. Saya menjadi minoritas,
karena saya berpendapat, fantasi dan langsung sama-sama “berdosa”.
Prinsip “sin bold” yang saya pegang teguh. Ketika harus
memilih berbuat dosa, tidak perlu ada dilema, pilih dan lakukan dosa itu
secepatnya. Selagi saya mampu untuk tidak berbuat “dosa” maka saya harus
menghindar. Tetapi pada situasi saya harus memilih antara “nyerempet-nyerempet
dosa” dengan “dosa besar” maka saya harus memilih dosa yang manis, dosa
terindah, karena “life is short”.
“Ah...kita sudah jauh dari topik”, “Sekarang, fantasi sex
harus dikurangi dan diganti dengan fantasi pada pekerjaan yang futuristik,
mencontoh Nabi Musa dengan manejeme delegasi nya”. Saya menutup “meeting”
dengan menuliskan “to do list” yang telah kami putuskan.
Pada saat saya meninggalkan ruangan saya berbalik dan
bertanya, “ Kebayangkan bagaimana fantasi sex saya ?”......
xixixi...lebay....selamat berakhir pekan.....