FMEA
...segala sesuatu adalah refleksi dari sesuatu yang telah ada sebelumnya...
(Dunia Sophie)
Kalimat di atas mungkin akan menimbulkan pertanyaan bahkan perdebatan apabila dikaitkan dengan agama. Namun, kita tidak perlu berdebat dengan kalimat itu dan biarlah kita masing-masing menginterpretasikan sendiri-sendiri menurut selera. Pertamakali saya membaca buku ‘Dunia Sophie‘ pada tahun 90 an, saya sejenak berhenti cukup lama pada kalimat di atas. Saya bertanya dalam hati, ‘Apakah pena yang saya pegang sudah ada sebelumnya?. Apakah gelas sudah ada sebelumnya ?’. Akhirnya saya setuju dengan penulis buku ‘Dunia Sophie‘ dalam kaitannya dengan ‘proses’. Pena atau gelas yang kita kenal sekarang adalah bentuk lain dari sesuatu yang telah ada sebelumnya yang telah mengalami sebuah proses panjang hingga mencapai bentuk seperti sekarang. ‘Continuous Improvement’ (Perbaikan yang berkesinambungan) adalah kata yang paling tepat untuk merangkum semua itu.
‘Continuous Improvement’ pun menjadi hal yang penting dan menjadi harga mati dalam bisnis di abad ini. Karena bisnis adalah ibarat gerobak, tidak akan terjadi sesuatu bila tidak didorong. Demi tercapainya status ‘World Class Company’, maka manajemen mengharuskan terlaksananya kegiatan ‘Continous Improvement’ yang mapan disetiap ‘cell process’. Salah satu ‘tool’ yang cukup banyak dikenal di dunia industry adalah FMEA (Failure Mode of Effect Analysis). FMEA digunakan untuk menyelesaikan sebuah masalah (problem) secara konfrehensif dalam kaitannya dengan ‘Continous Improvement’. Sari dari FMEA ini adalah mengumpulkan sebanyak mungkin ‘kemungkinan-kemungkian’ (Possibilities) yang berkaitan dengan problem yang dihadapi kemudian mencantumkan dalam daftar dan kemudian mengeleminasi item dalam daftar yang tidak punya kaitan kuat dengan problem. Setiap ‘kemungkinan’ (item ) dalam daftar FMEA mempunyai skore atau ‘Severity level’ untuk menunjukkan sejauh mana item tersebut mempunyai kaitan dengan problem.
Setelah ‘semua kemungkinan’ telah terdaftar, maka setiap item dalam daftar akan diuji keterkaitannya dengan problem dengan melakukan riset atau trial. Apabila dibuktikan suatu item tidak mempunyai kaitan kuat dengan timbulnya problem (effect analysis yang membuat failure), maka item tersebut akan dicoret dari daftar. Pada akhirnya, hanya item yang mempunyai relasi kuat dengan problem lah yang akan tinggal dalam daftar dan selanjutnya akan dilakukan perbaikan pada cell process yang bermasalah. Proses eleminasi inilah yang menarik buat saya, yang kalau dengan menggunakan bahasa yang bersahaja, proses eleminasi ini adalah kegiatan ‘mengurai benang kusut’.
Mengurai benang kusut adalah ‘skill’ dan berkorelasi dengan kebijaksanaan. Manusia tidak akan pernah bijaksana sebelum dia mampu mengurai persoalan yang dihadapi sampai menemukan akar permasalahan (root cause). Untuk mencapai kesempurnaan ‘kebijaksanaan’ melibatkan aktifitas eleminasi masalah layaknya aktifitas pada FMEA. Dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui apa yang harus kita abaikan. That is the key!
Dua minggu yang lalu saya menelepon seorang sahabat di Pekan Baru untuk sekedar curhat mengenai persoalan yang sedang saya hadapi. Pada akhir pembicaraan, dia mengatakan ‘Kamu harus mengabaikan hal-hal yang membuat kamu merasa tidak nyaman’.
Hmmmm !
(Dunia Sophie)
Kalimat di atas mungkin akan menimbulkan pertanyaan bahkan perdebatan apabila dikaitkan dengan agama. Namun, kita tidak perlu berdebat dengan kalimat itu dan biarlah kita masing-masing menginterpretasikan sendiri-sendiri menurut selera. Pertamakali saya membaca buku ‘Dunia Sophie‘ pada tahun 90 an, saya sejenak berhenti cukup lama pada kalimat di atas. Saya bertanya dalam hati, ‘Apakah pena yang saya pegang sudah ada sebelumnya?. Apakah gelas sudah ada sebelumnya ?’. Akhirnya saya setuju dengan penulis buku ‘Dunia Sophie‘ dalam kaitannya dengan ‘proses’. Pena atau gelas yang kita kenal sekarang adalah bentuk lain dari sesuatu yang telah ada sebelumnya yang telah mengalami sebuah proses panjang hingga mencapai bentuk seperti sekarang. ‘Continuous Improvement’ (Perbaikan yang berkesinambungan) adalah kata yang paling tepat untuk merangkum semua itu.
‘Continuous Improvement’ pun menjadi hal yang penting dan menjadi harga mati dalam bisnis di abad ini. Karena bisnis adalah ibarat gerobak, tidak akan terjadi sesuatu bila tidak didorong. Demi tercapainya status ‘World Class Company’, maka manajemen mengharuskan terlaksananya kegiatan ‘Continous Improvement’ yang mapan disetiap ‘cell process’. Salah satu ‘tool’ yang cukup banyak dikenal di dunia industry adalah FMEA (Failure Mode of Effect Analysis). FMEA digunakan untuk menyelesaikan sebuah masalah (problem) secara konfrehensif dalam kaitannya dengan ‘Continous Improvement’. Sari dari FMEA ini adalah mengumpulkan sebanyak mungkin ‘kemungkinan-kemungkian’ (Possibilities) yang berkaitan dengan problem yang dihadapi kemudian mencantumkan dalam daftar dan kemudian mengeleminasi item dalam daftar yang tidak punya kaitan kuat dengan problem. Setiap ‘kemungkinan’ (item ) dalam daftar FMEA mempunyai skore atau ‘Severity level’ untuk menunjukkan sejauh mana item tersebut mempunyai kaitan dengan problem.
Setelah ‘semua kemungkinan’ telah terdaftar, maka setiap item dalam daftar akan diuji keterkaitannya dengan problem dengan melakukan riset atau trial. Apabila dibuktikan suatu item tidak mempunyai kaitan kuat dengan timbulnya problem (effect analysis yang membuat failure), maka item tersebut akan dicoret dari daftar. Pada akhirnya, hanya item yang mempunyai relasi kuat dengan problem lah yang akan tinggal dalam daftar dan selanjutnya akan dilakukan perbaikan pada cell process yang bermasalah. Proses eleminasi inilah yang menarik buat saya, yang kalau dengan menggunakan bahasa yang bersahaja, proses eleminasi ini adalah kegiatan ‘mengurai benang kusut’.
Mengurai benang kusut adalah ‘skill’ dan berkorelasi dengan kebijaksanaan. Manusia tidak akan pernah bijaksana sebelum dia mampu mengurai persoalan yang dihadapi sampai menemukan akar permasalahan (root cause). Untuk mencapai kesempurnaan ‘kebijaksanaan’ melibatkan aktifitas eleminasi masalah layaknya aktifitas pada FMEA. Dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui apa yang harus kita abaikan. That is the key!
Dua minggu yang lalu saya menelepon seorang sahabat di Pekan Baru untuk sekedar curhat mengenai persoalan yang sedang saya hadapi. Pada akhir pembicaraan, dia mengatakan ‘Kamu harus mengabaikan hal-hal yang membuat kamu merasa tidak nyaman’.
Hmmmm !